Opini

QUO VADIS PENUNDAAN PEMILU

Oleh : Yosef Hardi Himan ASN Pada KPU Provinsi NTT                   Berawal dari usulan Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar dan Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia yang menggagas atau mengusul perlu dilakukannya penundaan Pemilu tahun 2024 baik untuk memilih Presiden / Wakil Presiden , Dewan Perwakilan Daerah , Dewan Perwakilan Rakyat , DPRD Provinsi , dan DPRD Kabupaten/Kota maupun untuk pemilihan Gubernur / Wakil Gubernur , Bupati / Wakil Bupati dan Walikota / Wakil Walikota .        Argumentasi yang paling menonjol dikemukakan adalah memberi ruang kepada pemerintah untuk melakukan pemulihan ekonomi sebagai dampak dari pandemi Covid-19 apalagi biaya yang diperlukan untuk membiayai Pemilu cukup besar .           Respon terhadap gagasan penundaan Pemilu yang disampaikan oleh petinggi partai politik dan dari unsur internal Pemerintah pada 10 Januari 2022 menuai pro dan kontra . Serentak bagai bola liar yang sulit dibendung . Tak lama berselang mahasiswa seluruh Indonesia hingga ke daerah-daerah melakukan demonstrasi . Substansi demonstrasi mahasiswa adalah menolak penundaan pemilu sekaligus menolak memperpanjang masa jabatan Presiden menjadi 3 ( tiga ) periode .           Bacaan mahasiswa adalah menunda Pemilu diarahkan untuk memperpanjang masa jabatan Presiden Joko Widodo entah 2 tahun atau 5 tahun . Menunda Pemilu dan memperpanjang masa jabatan Presiden , bagi mahasiswa itu menyalahi regulasi ketatanegaraan kita yang mengatur tentang masa jabatan Presiden 5 tahun dan hanya dapat dipilih kembali hanya untuk satu kali masa jabatan sebagaimana diatur dalam pasal 7 UUD 1945 yang berbunyi “Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatan selama lima tahun,dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama , hanya untuk satu kali masa jabatan“.   Sikap Pemerintah .           Menjelang demonstrasi mahasiswa pada awal April 2022 , Presiden Republik Indonesia Joko Widodo menegaskan 2 hal penting yakni tidak ada penundaan Pemilu dan alokasi anggaran tahun 2024 telah disiapkan Pemerintah sebesar 76,6 Triliun termasuk didalamnya alokasi anggaran untuk mengantisipasi kemungkinan 2 putaran untuk pemilihan Presiden dan Wakil Presiden tahun 2024 .           Dengan adanya respon Pemerintah yang memastikan bahwa tidak ada penundaan Pemilu atau dengan kata lain ,  Pemilu Nasional tetap digelar pada tanggal 14 Februari 2024 dan Pemilihan Gubernur/Wakil Gubernur , Bupati/Wakil Bupati , dan Walikota/Wakil Walikota tanggal 27 November 2024 maka selain meredam situasi politik dalam negeri yang sempat memanas tetapi sekaligus menegaskan bahwa siklus Pemilu yang mengatur Pemilu dilaksanakan lima tahun sekali berjalan normal .     Aspek Regulasi .           Dengan tidak diubahnya UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu maka konsekuensi logisnya ialah payung hukum untuk pelaksanaan Pemilihan Umum tahun 2024 adalah UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu . Dalam pasal 22 E ayat (1) UUD 1945 menyatakan  Pemilihan Umum dilaksanakan secara langsung , umum , bebas , rahasia , jujur dan adil setiap 5 (lima) tahun sekali dan ayat (2) menyatakan Pemilihan Umum diselenggarakan untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat , Dewan Perwakilan Daerah , Presiden dan Wakil Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.Dari 2 regulasi tersebut  tidak mengatur tentang penundaan Pemilu . Dengan demikian , terkait penudaan Pemilu serentak tahun 2024 kita mengatakan Quo Vadis penundaan Pemilu .           Sekalipun dari aspek regulasi tidak mengatur tentang penundaan Pemilu dan payung hukum untuk pelaksanaan Pemilu tahun 2024 adalah UU Nomor 7 Tahun 2017 tidak serta merta penyelenggara Pemilu melaksanakan seluruh rangkaian tahapan , program , dan jadwal penyelenggaraan Pemilu . Karena itu membutuhkan peraturan KPU tentang pelaksanaan tahapan dan jadwal Pemilu tahun 2024 .           Pada tanggal 7 Juni 2022 , Komisi II DPR RI dan Kemnteriaan Dalam Negeri menyetujui draft rancangan tahapan Pemilu 2024 yang diajukan Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia . Dengan persetujuan dimaksud maka pada tanggal 9 Juni 2022 , Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia menetapkan Peraturan KPU Nomor 3 Tahun 2022 tentang Tahapan dan Jadwal Penyelenggaraan Pemilihan Umum Tahun 2024           Dengan adanya Peraturan Komisi Peemilihan Umum Nomor 3 Tahun 2022 ini , maka tahapan Pemilu serentak tahun 2024 telah memiliki landasan hukum yang kuat untuk memulai tahapan penyelenggaran Pemilu . Penyelenggara Pemilu , baik Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia , KPU Provinsi , KPU Kabupaten/Kota menyambut gembira ditetapkannya Peraturan Komisi Pemilihan Umum tersebut diatas .           Pasal 167 ayat (6) UU Nomor 7 Tahun 2017 menyatakan bahwa tahapan penyelenggaraan Pemilu dimulai 20 bulan sebelum hari pemungutan suara . Hari pemungutan suara untuk pemilihan Presiden / Wakil Presiden , Dewan Perwakilan Daerah , Dewan Perwakilan Rakyat , DPRD Provinsi , dan DPRD Kabupaten/Kota jatuh pada tanggal 14 Februari 2024 .           Berdasarkan ketentuan tersebut , maka tanggal 14 Juni 2022 sebagai titik star dimulainya tahapan Pemilu Nasional untuk memilih Presiden/Wakil Presiden , Dewan Perwakilan Daerah , Dewan Perwakilan Rakyat , DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota . Dengan demikian tidak dapat dikategorikan sebagai cacat hukum karena telah sesuai dengan ketentuan pasal 167 ayat (6) UU Nomor 7 Tahun  2017 tentang Pemilu .           Persiapan penyelenggara Pemilu dimulai dengan launching / peluncuran tahapan Pemilu tahun 2024 baik secara luring yang terpusat di KPU RI maupun secara daring dengan KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota se-Indonesia .           Konsolidasi organisasi telah dilakukan beriringan dengan proses politik persetujuan Pemerintah dan DPR terkait rancangan tahapan Pemilu tahun 2024 yang diajukan KPU antara lain pengisian jabatan struktural , pelatihan teknis kepemiluan dan pelatihan tata kelola Pemilu untuk jajaran Sekretariat seluruh Indonesia . Komitmen Bersama .           Dengan adanya Peraturan KPU Nomor 3 Tahun 2022 tentang Tahapan dan Jadwal Penyelenggaraan Pemilihan Umum tahun 2024 sebagai tindak lanjut dari UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu maka diskusi tentang penundaan Pemilu hendaknya disingkirkan dari ruang hati kita sebagai anak bangsa .           Sebagai penyelengara Pemilu marilah kita kawal proses rekruitmen politik ini dengan cerdas dimana kita akan memilih pemimpin yang akan duduk di lembaga Legislatif dan Eksekutif yaitu Presiden/Wakil Presiden , Dewan Perwakilan Daerah , Dewan Perwakilan Rakyat , DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota sehingga proses politik ini berjalan on the track sesuai dengan regulasi yang ada dan pada gilirannya tidak menuai cacat hukum baik dari sisi proses maupun hasil Pemilu .           Partisipasi masyarakat baik pemangku kepentingan maupun peserta Pemilu dan atau Partai Politik memastikan beberapa tahapan krusial antara lain penetapan Partai Politik  peserta Pemilu , penataan daerah pemilihan , penetapan DPT ( Daftar Pemilih Tetap ) , pencalonan , kampanye , pemungutan  dan penghitungan suara serta penetapan calon terpilih berjalan sesuai ketentuan yang berlaku . Semoga .

TAHAPAN PEMILU 2024 DIMULAI

Penulis : Agus Ola Paon (Kabag Rendatin Sekretariat KPU Provinsi NTT) Terhitung  14 Juni 2022 tahapan Pemilu 2024 resmi dimulai.  Hal  ini sejalan dengan amanat Pasal 167  ayat (6) Undang-Undang Nomor : 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum yang menyebutkan bahwa tahapan penyelenggaraan Pemilu dimulai  paling lambat 20 bulan sebelum hari pemungutan suara. Hari pemungutan suara Pemilu 2024 pada Rabu 14 Februari 2024 telah ditetapkan melalui keputusan KPU Nomor 21 Tahun 2022.  Tentang Hari dan Tanggal Pemungutan Suara  Pada Pemilihan  Umum Presiden dan Wakil Presiden, Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Anggota Dewan Perwakilan Daerah, Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, dan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota Tahun 2024. KPU selaku penyelenggara  yang diberi mandat oleh Undang-Undang  7 Tahun 2017 untuk menyelenggarakan Pemilu telah menetapkan Peraturan KPU Nomor 3 Tahun 2022 Tentang Tahapan dan Jadwal Penyelenggaraan Pemilihan Umum Tahun 2024. Peraturan ini  selain  untuk melaksanakan ketentuan Pasal 167  ayat (6) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017,  juga menjadi panduan bagi penyelenggara Pemilu dan stakeholder terkait untuk bergerak sesuai irama tahapan  dengan durasi waktu yang ditetapkan  sehingga tahapan  dan jadwal dapat dimulai dan berakhir sesuai waktunya.   Melihat Kesiapan Kedudukan Pemilu dalam sebuah negara demokratis adalah sangat penting apalagi didukung dengan  menggelar Pemilu secara periodik. Pemilu 2024  yang akan digelar untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden, Anggota DPR, DPD, DPRD serentak pada hari yang sama, menunjukan konsistensi bangsa kita untuk melaksanakan amanat Undang-Undang Dasar 1945  dengan  menyelenggarakan  pemilihan umum setiap lima tahun. Dengan demikian maka tahapan Pemilu 2024 adalah agenda prioritas yang patut dilaksanakan oleh penyelenggara Pemilu dan wajib didukung oleh semua pihak. Kesiapan penyelenggaraan Pemilu 2024  sesungguhnya sudah nampak sejak KPU, Bawaslu dan DKPP  bersama DPR dan Kementerian Dalam Negeri secara intens dan serius membahas hari dan tanggal pemungutan suara Pemilu 2024. Kesepakatan  terhadap hari dan tanggal pemungutan suara akhirnya  terjadi pada tanggal 24 Januari 2022 dalam forum rapat dengar pendapat di DPR RI. Dengan penetapan hari dan tanggal pemungutan suara maka satu langkah maju telah tercapai, mengingat  hari  dan tanggal pemungutan suara menjadi titik pijak untuk menghitung tahapan-tahapan penting lainnya.       Agenda penting yang segera dilaksanakan  dalam tahapan  Pemilu 2024   diantarannya  perencanaan program dan anggaran  serta penyusunan peraturan  pelaksanaan penyelenggaraan Pemilu. Terkait   anggaran, penyelenggara Pemilu, DPR dan Pemerintah telah intens membahas melalui konsinyering  dan  tercapai  kesepakatan yang diambil dalam rapat dengar pendapat   yakni  anggaran Pemilu 2024 sebesar 76,6 triliun. Besaran anggaran ini  telah mempertimbangkan kemungkinan adanya Pemilu putaran kedua untuk Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden. Kesepakatan anggaran yang dituntaskan  sebelum berlangsungnya tahapan sangat membantu penyelenggara Pemilu dalam menyelesaikan agenda kegiatan dalam tahapan sehingga tidak terjadi hambatan yang dapat menganggu jalannya tahapan. Penyiapan regulasi untuk penyelenggaraan Pemilu menjadi pekerjaan prioritas  dengan  penekanan pada hasil  regulasi yang memenuhi 4 kriteria kepastian hukum yakni, tidak adanya kekosongan hukum, tidak multitafsir, tidak inkonsisten  dan dapat diterapkan.   Antisipasi terhadap sengketa menjadi titik perhatian penyelenggara  dengan sedini mungkin memahami regulasi dan  memetakan apa saja yang menjadi potensi sengketa baik itu sengketa proses maupun sengketa  hasil pemilu.    Peserta Pemilu              Peserta Pemilu merupakan salah satu unsur penting dalam pelaksanaan Pemilu. Ketentuan Pasal 172 UU  Nomor 7 Tahun 2017  mengatur bahwa peserta Pemilu untuk pemilihan umum anggota DPR, DPRD Provinsi dan Kabupaten/Kota adalah partai politik.  Sesuai jadwal maka pendaftaran  dan verifikasi  partai politik akan berlangsung  pada  29 Juli 2022 dan   berakhir pada 13 Desember 2022 dan  penetapan peserta pemilu pada 14 Desember 2022.                 Terhadap pelaksanaan verifikasi partai politik  untuk Pemilu 2024, ada perlakuan berbeda terhadap partai politik yang telah lolos verifikasi Pemilu 2019 dan lolos/memenuhi ketentuan Parliamentary Threshold pada Pemilu 2019. Sesuai Putusan Mahkamah Konstitusi  Nomor 55/PUU-XVIII/2020  partai-partai tersebut tetap diverifikasi secara administratif  tetapi tidak diverifikasi secara faktual.             Kesiapan penyelenggara untuk menghadapi verifikasi partai politik berupa penyiapan perangkat regulasi  dengan menyesuaikan dinamika terbaru termasuk sistem informasi partai politik atau Sipol. Hal ini  menunjukan bahwa penyelenggara sudah sangat siap memasuki tahapan penting ini.  Ruang sengketa proses terhadap hasil verifikasi partai politik juga diberikan bagi partai politik untuk menggugat keputusan penyelenggara terhadap hasil verifikasi partai politik.     Partisipasi masyarakat     Partisipasi masyarakat dalam proses pelaksanaan kedaulatan rakyat  merupakan sebuah keniscayaan. Partisipasi masyarakat menentukan denyut nadi jalannya demokrasi baik dalam skala nasional ataupun lokal sekaligus  menjadi ukuran sukses pesta  demokrasi   yang diselenggarakan. Untuk itu  ruang partispasi masyarakat perlu dibuka dan diberikan seluas-luasnya agar  menambah derajat kualitas pelaksanaan Pemilu itu sendiri.  Partisipasi masyarakat dalam setiap tahapan pemilu sangat diperlukan diantarannya  pada  tahapan pemutakhiran daftar pemilih. Pemilih menjadi salah satu elemen penting dalam pelaksanaan pemilu yang perlu mendapat perhatian semua pihak. Komisi Pemilihan Umum memberi perhatian yang sangat besar dengan menghadirkan sistem informasi yang memudahkan pemilih mengecek status hak pilihnya  melalui  aplikasi  “Lindungi Hakmu” yang dapat di-download oleh pengguna melalui playstore yang ada perangkat ponsel masing-masing.   Dalam tahapan pencalonan, partisipasi masyarakat sangat diperlukan untuk memberi masukan terhadap pemenuhan syarat calon dengan tetap mematuhi kaidah yang ditetapkan, sehingga didapatkan  calon wakil rakyat yang benar-benar memenuhi syarat.  Pada hari pemungutan suara,  sangat  diharapkan partisipasi masyarakat yang telah memenuhi syarat sebagai pemilih untuk  datang dan menggunakan hak pilihnya di TPS secara baik dan benar pada Rabu 14 Februari 2024. Sukses Pemilu 2024. =====    

Komitmen dan Empati Bawaslu dan PTUN

Dalam berbagai konsinyering dan Rapat Dengar Pendapat (RDP) antara DPR, Pemerintah dan Penyelenggara Pemilu (KPU, Bawaslu, DKPP), disepakati bahwa durasi waktu Kampnye Pemilu 2024 selama 75 Hari kalender.  Penetapan jumlah hari kampanye Pemilu tersebut, tidak sekedar lamanya waktu bagi peserta pemilu melakukan kampanye. Namun sangat erat berkaitan dan menentukan terhadap 2 (dua) aktivitas Pemilu lainya, yakni penyiapan logistik Pemilu oleh KPU dan Penyelesaian Sengketa proses Pemilu oleh Bawaslu/PTUN. KPU dapat melakukan produksi (pencetakan) logistik Pemilu, khususnya yang berkaitan dengan pencalonan yakni Surat Suara dan berbagai Formulir penghitungan/rekapitulasi, apabila Daftar Calon Tetap (DCT) Anggota Legislatif dan Capres, sudah final (tanpa perubahan). Yang menenentukan DCT final tidak an sich KPU secara tunggal. Tapi Bawaslu dan PTUN melalui kewenangan penyelesaian sengketa, justru menjadi filter dan penentu akhir DCT disebut final. Sebab, DCT yang sudah ditetapkan oleh KPU dapat berubah apabila ada Putusan dari Bawaslu/PTUN. Pasal 276 UU 7/2017 mengatur bahwa kampanye dilaksanakan sejak 3 (tiga) hari ditetapkan DCT dan berakhir hingga masa tenang. Dengan durasi 75 hari kampanye, seharusnya KPU memiliki waktu untuk melakukan produksi dan distribusi logistik Pemilu (Surat Suara & Formulir) selama 75 hari juga. Karena surat suara yang akan diproduksi dan didistribusi wajib memuat nama calon sebagaimana yang tercantum dalam DCT. Namun kondisi 75 hari penyiapan logistik, masih harus menunggu DCT yang bersih dan final dari Putusan Sengketa proses di Bawaslu dan PTUN.  UU 7/2017, mengatur bahwa Bawaslu menyelesaikan sengketa proses pemilu, paling lambat 12 hari kalender dan PTUN paling lambat 21 hari kerja, serta KPU wajib menindaklanjuti putusan bawaslu dan PTUN selama 3 hari kerja. Atau total waktu maksimal yang dibutuhkan untuk penyelesaian sengketa selama 66 hari kalender. Artinya KPU memiliki waktu menyiapkan logistik bukan 75 hari kalender, namun 9 hari kalender. Waktu yang tidak masuk akal, dan tidak mungkin bisa dilaksanakan oleh KPU. Sebagaimana kesepakatan dalam berbagai kosinyering dan RDP antara DPR, Pemerintah dan Penyelenggara Pemilu, bahwa KPU siap melaksanakan penyiapan logistik pemilu selama 75 hari (sebagai konsekwensi durasi kampnye 75 hari), dengan berbagai usulan komitmen dan empati berbagai pihak agar Pemilu bisa dilaksanakan tepat waktu. Karena mustahil Pemilu bisa dilaksanakan 14 Februari 2024, tanpa logistik Pemilu (Surat Suara). Salah satu usulan komitmen dan empati dialamatkan kepada Bawaslu dan PTUN, yakni agar kedua Lembaga tersebut tidak menggunakan masa maksimal (paling lambat) yang diberikan oleh UU 7/2017 dalam menyelesaikan sengketa proses pencalonan. Pasal 468 UU7/2017 mengatur bahwa Bawaslu memeriksa dan memutus sengketa proses pemilu paling lama 12 hari. Dalam kondisi ini, diharapkan Bawaslu dapat mengoptimalkan kinerjanya dengan menyelesaiakan sengketa proses pencalonan Pemilu maksimal 6 (enam) hari kalender. Sedangkan PTUN diberi kewenangan dalam pasal 471 UU7/2017 untuk menyelesaikan sengketa proses pemilu paling lama 21 hari kerja. Untuk itu, KPU berharap PTUN dapat menyelesaikan sengketa proses pencalonan maksimal 5 hari kalender. Apabila Bawaslu dan PTUN dapat berkomitmen dan berempati terhadap suksesnya tahapan Pemilu, maka waktu yang dibutuhkan untuk penyelesaian sengketa proses pencalonan kurang lebih selama 26 hari kalender. Itupun dengan catatan bahwa hak pemohon untuk mengajukan sengketa ke Bawaslu dan PTUN tidak dikiurangi atau sesuai yang diatur maksimal dalam UU 7/2017. Dengan 26 hari kalender penyelesaian sengketa proses pencalonan di Bawaslu dan PTUN, maka asusmsinya KPU dapat menerima DCT final dan bersih yang siap dilakukan pencetakan surat suara serta distribusi logistik selama 49 hari kalender sebelum hari H pemungutan suara 14 Februari 2024. Jajaran KPU harus meningkatkan kemampuan dan kekuatan sekelas super hero dalam film Marvel untuk melakukan produksi dan distribusi logistik Pemilu dalam waktu yang sesingkat-singkatnya. Minimal sekelas pahlawan super Guardian Of The Galaxy lah .. yang dituntut kemampuan KPU… hehehe Tanpa bermaksud mencampuri Lembaga lain, maka catatan dan pengalaman Pemilu 2019 lalu patut menjadi acuan Bersama. Dimana jumlah sengketa proses terkait dengan DCT di Bawaslu berjumlah 11 permohonan di Bawaslu RI, 39 Permohonan Bawaslu Provinsi &  141 Permohonan Bawaslu Kab/kota. Dengan mengacu pada data tersebut, maka sebenarnya Bawaslu tidak menemui kesulitan untuk menyelesaiakan sengketa proses pencalonan selama 6 hari kalender. Dengan catatan, dioptimlakan sosialisasi proses sengketan, mempersingkat beracara sengketa proses pencalonan, dan dukungan SDM serta Sarpras yang maksimal. Sekali lagi hanya pada sengketa proses pencalonan. Sedangkan sengketa proses tahapan lainya, Bawaslu dapat menggunakan kewenangan secara maksimal sebagaimana yang diberikan UU 7/2017, karena tidak terkait langsung dengan logistik Pemilu. Mengingat KPU masih manusia biasa, maka dimohonkan komitmen dan empati Bawaslu dan PTUN. Sehingga KPU tidak perlu menjadi pahlawan super sebagaimana dalam film Marvel Guardian Of The Galaxy. Bernad Dermawan Sutrisno Sekretaris Jenderal KPU

OPINI : SELAMAT MENGABDI ANGGOTA KPU RI PERIODE 2022-2027

  SELAMAT  MENGABDI  ANGGOTA   KPU RI  PERIODE 2022-2027   Oleh : Agus Ola Paon ASN  Sekretariat KPU Prov. NTT   Sesuai rencana maka hari ini 12 April 2022 Presiden Republik Indonesia Ir.Joko Widodo melantik  tujuh anggota KPU Republik Indonesia masa jabatan 2022-2027.  Pelantikan ini merupakan puncak dari keseluruhan tahapan seleksi anggota KPU RI yang telah berlangsung sejak Oktober 2021. Pelantikan ini juga menandai adanya  kesinambungan roda organisasi penyelenggara Pemilu setiap 5 (lima) tahun sesuai masa jabatan anggota KPU.  Tahapan seleksi yang berjalan kompetitif dan transparan tersebut akhirnya menghasilkan 7 (tujuh)  anggota KPU melalui mekanisme fit and proper test di  Komisi  II DPR RI.   Masing-masing mereka    yakni  Betty Epsilon Idrus, Hasym Asyari, Muhammad Afifudin, Persadaan Harahap, Yulianto Sudrajad, Idham Holik dan August Mellaz. Profil ke 7 Anggota KPU RI  ini selain dari latar belakang Penyelenggara Pemilu baik di KPU  dan KPU Provinsi, juga berasal dari pegiat Pemilu yang selama ini berkecimpung dan terlibat dalam  penguatan kepemiluan bagi masyarakat sipil. Dengan demikian kapasitas dan kapabilitas mereka sangat baik dan telah teruji selain integritas dan kemandirian yang akan  terus diuji  dan dibuktikan dalam pelaksanaan tugas. Tugas, wewenang dan tanggung jawab  ke depan yang segera dilaksanakan  adalah menyelenggarakan tahapan Pemilihan Umum 2024.   Untuk  pesta demokrasi  2024 sudah ada  modal awal yang ditinggalkan KPU Periode 2017-2022  yakni  kesepakatan hari pemungutan suara   yang  telah ditetapkan  berdasarkan Keputusan KPU RI Nomor :  21 Tahun 2022 tanggal 31 Januari 2022 Tentang Hari dan Tanggal Pemungutan Suara  Pada Pemilihan  Umum Presiden dan Wakil Presiden, Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Anggota Dewan Perwakilan Daerah, Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota Tahun 2024.   Keputusan tersebut  menetapkan tanggal  14 Februari 2024  sebagai hari pemungutan suara  Pemilu  Presiden dan Wakil Presiden,  Anggota DPR RI, DPD dan DPRD Provinsi dan KabupatenKota . Siap memasuki Tahapan Penetapan hari dan tanggal Pemungutan suara Pemilu 2024   sangat penting bagi penyelenggara Pemilu  karena menjadi titik pijak  untuk mulai menyusun jadwal dan tahapan Pemilu. Tahapan  Pemilu  mengacu pada ketentuan Undang-Undang Nomor : 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum.  Ketentuan Pasal 167  ayat (6) Undang-undang Nomor   7 Tahun 2017 menyebutkan bahwa tahapan penyelenggaraan Pemilu dimulai  paling lambat 20 bulan sebelum hari Pemungutan Suara. Dari pengaturan ini jika ditarik mundur  maka waktu paling lambat untuk memulai tahapan  Pemilu 2024 adalah 14 Juni 2022. Bagi penyelenggara Pemilu,  tahapan penyelenggaraan Pemilu adalah satu rangkaian kegiatan mulai dari persiapan, pelaksanaan sampai dengan pelaporan akuntabilitas kinerja baik teknis penyelenggaraan maupun pengelolaan anggaran, sehingga Pemilihan tidak hanya berbicara tentang hari Pemungutan Suara.  Tahapan Penyelenggaraan Pemilu yang diatur dalam UU 7 Tahun 2017 meliputi : Perencanaan Program dan anggaran  serta penyusunan peraturan pelaksanaan penyelenggaraan Pemilu; Pemutakhiran data Pemilih dan penyusunan daftar  Pemilih; Pendaftaran  dan verifikasi Peserta Pemilu; Penetapan jumlah kursi dan penetapan daerah pemilihan;Pencalonan Presiden dan Wakil Presiden serta anggota DPR,DPD, DPRD provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota; Kampanye; Masa Tenang;Pemungutan dan Penghitungan Suara;Penetapan hasil Pemilu; Pengucapan Sumpa Janji Presiden dan Wakil Presiden, serta DPR, DPD, DPRD provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota. Perencanaan program dan anggaran  serta penyusunan peraturan pelaksanaan penyelenggaraan Pemilu menjadi tahapan pertama yang  prioritas  dan segera dituntaskan mengingat dalam tahun 2022 ada tahapan penting yang akan dilaksanakan yakni pendaftaran dan verifikasi Partai Politik untuk menentukan Peserta Pemilihan Umum dan tahapan pencalonan.

PENYELENGGARAAN PEMILU SEBAGAI INVESTASI

Bagi banyak pandangan, pendanaan Pemilu seringkali dianggap menguras keuangan Negara. Penyelenggaraan Pemilu (Presiden dan Legislatif) bersumber dari APBN,  serta  Pemilihan  Kepala  Daerah  yang  bersumber  dari  APBD,  selalu  menjadi momok yang diperbincangkan publik. Apalagi saat ini, ketika kondisi pandemik, maka anggaran   Negara   akan   terfokus   untuk   mengatasi   permasalahan   kesehatan   dan pemulihan ekonomi rakyat yang terimbas pandemik. Untuk mempersiapkan Pemilu dan Pemilihan serentak Tahun 2024, KPU telah mengajukan kebutuhan anggaran sebesar 76,6 Triliun Rupiah yang bersumber dari APBN dan 26,2 Triliun Rupiah dari APBD, atau total 102,8 Triliun Rupiah untuk 4 (empat) tahun anggaran 2022 sd 2025. Angka ini masih dianggap terlalu fantastis oleh berbagai pihak, ditengah kondisi keuangan Negara yang belum stabil mengatasi prioritas pembangunan nasional lainya. Namun,  dalam  perspektif   yang   berbeda,  anggaran  Penyelenggaran   Pemilu mestinya dianggap sebagai sebuah investasi. Karena kegagalan penyelenggaran Pemilu akan  berakibat  pada  resiko  hancurnya  tatanan  kehidupan  politik  dan  demokrasi Indonesia. Anggaran Negara yang telah digunakan untuk pembangunan diberbagi sektor, akan mengalami kerusakan ketika Pemilu gagal menghasilkan suksesi kepemimpinan nasional dan daerah yang legitimate. Ancaman konflik horizontal, dan pengakuan dunia internasional terhadap demokrasi Indonesia merupakan resiko gagalnya Pemilu di Indonesia. Resiko kerugian bangsa dan Negara Indonesia akan lebih besar nilainya, jika dibandingkan dengan jumlah anggaran yang akan alokasikan untuk penyelenggaraan Pemilu dan Pemilihan. Bahkan keutuhan dan eksistensi NKRI menjadi taruhan, ketika penyelenggaraan Pemilu dan Pemilihan seretak Tahun 2024 gagal. Padahal, semua progam pembangunan yang  dilakukan  saat ini adalah  demi keutuhan  NKRI. Menjadi ironis, ketika semua daya dan upaya pembangunan untuk integrasi bangsa, harus dipertaruhkan dengan resiko kegagalan demokrasi hanya karena kita mengabaikan investasi jangka panjang untuk keberlanjutan Indonesia sebagai sebuah Negara yang berdaulat. Strategi investasi Negara dalam pendanaan penyelenggaraan pemilu yang dilakukan KPU adalah melalui penguatan berbagai program prioritas nasional dalam aktivitas persiapan dan penyelenggaraan Pemilu. Sehingga anggaran penyelenggaran Pemilu  2024,  tidak  semata-mata  hanya  sebatas  membiayai  teknis  penyelenggaraan   Pemilu yang habis pakai, namun berkontribusi pada berbagai program prioritas nasional yang pada ujungnya merupakan investasi integrasi NKRI dalam jangka panjang. Pemulihan Ekonomi Nasional Salah satu focus anggaran Pemerintah disaat dan pasca pandemik Covid-19, adalah pemulihan ekonomi nasional, antara lain melalui peningkatan daya beli dan prokduktivitas rumah tangga. Upaya ini dilakukan melalui stimulus bantuan kepada masyarakat dan investasi padat karya. Dalam skema anggaran KPU untuk Pemilu dan Pemilihan 2024, juga merupakan bagian dari program prioritas pemulihan ekonomi nasional. Dari total anggaran penyelenggaran Pemilu dan Pemilihan 2024, tercatat 52 Triliun Rupiah dialokasikan untuk honor/gaji bagi sekitar 8 (delapan) juta orang aparatus KPU. Artinya, 51 % anggaran Pemilu dan Pemilihan kembali kepada masyarakat (Penyelenggara Pemilu dari pusat hingga desa/kelurahan dan TPS), dan menjadi bagian dari peningkatan daya beli dan prokduktivitas rumah tangga untuk 4 Tahun (2022, 2023, 2024 dan 2025). Selain alokasi 51 % anggaran kembali kepada masyarakat, penyelenggaraan Pemilu dan Pemilihan juga menstimulus usaha padat karya masyarakat kecil dan menengah, melalui aktivitas kepemiluan antara lain pencetakan, printing dan usaha lainya yang mendukung kampanye dan sosialisasi pemilu/pemilihan. Kesadaran Politik Masyarakat   Peningkatan kualitas sumber daya manusia Indonesia merupan program prioritas pembangunan Indonesia. Dalam pengagaran Pemilu,  investasi sumber daya manusia juga merupakan bagian penting dengan menciptakan penyelenggara pemilu yang merupakan aparatus KPU sekitar 8 (delapan)  juta orang yang memahami demokrasi sebagai intrumen integrasi bangsa. Selain itu, adanya aktivitas pendidikan politik kepada masyarakat yang dilakukan peserta pemilu baik Partai Politik, pasangan Calon Presiden/Wapres, Kepala Daerah/Wakada dan calon Anggota Legislatif, menjadi bagian penting dalam peningakatan kesadaran politik masyarakat. Peningkatan sumber daya manusia dalam pemilu merupakan investasi program peningkatan kapasitas untuk aparatus penyelenggara pemilu, masyarakat ataupun para calon pemimpin bangsa dalam hal pemilu dan demokrasi. Investasi sumber daya manusia ini pada dasarnya untuk membentuk karakter bangsa melalui masyarakat yang melek politik dengan baik dan benar. Teknologi Informasi   Di era digitalisasi secara global saat ini, Pemerintah Indonesia melakukan berbagai program prioritas nasional yang terkait dengan tekhnologi informasi untuk mempercepat   pelayanan  publik  dan  transformasi  ekonomi  nasional.  Program  digitalisasi  nasional melalui tekhnologi informasi dan komunikasi, dilaksanakan oleh semua sektor pembangunan.  Tujuannya  adalah  agar  masyarakat  dan  pemerintah  cepat  adaptif terhadap lingkungan global dalam berbagai sendi kehidupan. Dalam hal tekhnologi informasi, pendanaan penyelenggaran Pemilu 2024 menjadi bagian penting dan strategis. Selain mendorong infrastruktur tekhnologi informasi dan komunikasi kepemiluan diseluruh wilayah Indonesia, KPU juga berkontribusi dalam peningkatan   kualitas   kepercayaan   publik   terhadap   kebijakan   yang   berbasis   dari tekhnologi informasi. Setidaknya akan ada sekitar 1 (satu) juta titik TPS yang melakukan digitalisasi  proses  dan  hasil  Pemilu/Pemilihan,  yang  dioperasionalisasikan  oleh  8 (delapan) juta orang aparatus KPU dalam waktu yang sama. Salah satu tantangan dalam adapatasi budaya digital ditengah masyarakat adalah kepercayaan  publik.  Oleh  karenanya,  KPU  tidak  hanya  membangun  sarana  dan prasarana tekhnologi informasi yang dapat dimanfaatkan pasca Pemilu/Pemilihan, tetapi juga menciptakan budaya digital secara kolosal dalam pengambilan keputusan politik sebagai  bagian  pengejawantahan  kedaulatan  rakyat  untuk  memmperkuat  integrasi bangsa. Pendapatan Negara   Pendanaan untuk penyelenggaraan Pemilu dan Pemilihan Tahun 2024, juga merupakan bagian dari investasi keuangan Negara. Salah satu item anggaran Pemilu/Pemilihan  adalah  untuk  Logistik  Pemilu  dan  Pemilihan  Tahun  2024.  Dimana logistik Pemilu/Pemilihan menjadi Barang Milik Negara (BMN), yang tidak sepenuhnya barang habis pakai. BMN Logistik pemilu/pemilihan sebagian besar dapat dimanfaatkan kembali melalui mekanisme lelang pasca pemilu/pemilihan, sehingga menjadi bagian dari pendapatan keuangan Negara. Dalam catatan KPU hingga awal bulan November 2021, telah berkontribusi pada pendapatan keuangan Negara sekitar 200 Milyar Rupiah hasil lelang Logistik Pemilu 2019 dan Pemilihan 2020. Catatan pendapatan Negara ini belum seluruh Logistik Pemilu 2019 dan Pemilihan 2020 yang dilakukan lelang (sebagian sedang proses). Berangkat dari catatan – catatan singkat diatas, artinya anggaran penyelenggaraan Pemilu dan Pemilihan bukanlah anggaran yang habis pakai atau menghabur-hamburkan uang rakyat. Namun merupakan investasi yang dikeluarkan Negara untuk pengurangan risiko bencana demokrasi, sehingga dapat menyelamatkan aset yang bernilai lebih besar yakni integrasi bangsa dan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). (Bernad Dermawan Sutrisno, Sekjen KPU RI)

HARAPAN UNTUK PANITIA AD HOC PILKADA

Oleh : Agus Ola Paon ASN  Sekretariat KPU Prov. NTT   Tahapan Pemilihan Serentak 2020  saat  ini, selain kampanye yang tengah berlangsung sejak 26 September hingga 5 Desember,  proses rekrut panitia ad hoc untuk KPPS juga sedang berjalan dengan target sebulan sebelum hari Pemungutan Suara, KPPS sudah terbentuk.   Dalam Pemilu maupun Pemilihan,panitia ad hoc (KPPS) adalah penyelenggara yang diamanatkan oleh Undang-Undang.  Hal ini  pula merupakan sebuah kebutuhan penyelenggara mengingat KPU sebagai  institusi penyelenggara Pemilu yang bersifat tetap hanya sampai pada tingkat kabupaten/kota sehingga tugas penyelenggaraan di tingkat  kecamatan, desa/kelurahan dan TPSdilaksanakan oleh panitia yang bersifat ad hoc atau sementara.   Selain itu eksistesi panitia ad hoc dalam sebuah tahapan penyelenggaraan Pemilu dan Pemilihan    adalah melaksanakan tugas dan kegiatan  yang memang secara teknis tidak dapat  ditangani oleh KPU, KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota karena keterbatasan dari sisi personil serta lebih menjamin efisiensi dalam pelaksanaan tahapan pemilihan yang ketat dengan batasan waktu.   Demi terwujudnya hal tersebut maka  salah satu langkah penting yang menentukan adalah rekruitmen panitia ad hoc.  Proses ini dilakukan melalui  mekanisme seleksi dan mempertimbangkan berbagai aspek diantaranya  adalah netralitas sebagai penyelenggara pemilihan selain aspek integritas dan kemampuan teknis  lainnya yang diatur dalam regulasi.   Integritas panitia ad hoc menjadi hal yang utama mengingat penyelenggara pemilihan inilah yang berada pada garda terdepan  dan lebih bersentuhan langsung  dengan pemilih serta  semua proses yang berkaitan dengan pesta demokrasi.   Dengan demikian ada sebuah harapan besar yang ada pada pundak mereka untuk menjadi penyelenggara yang kredibel sekalipun bersifat sementara namun sesungguhnya tugas mereka adalah melaksanakan sebuah proses yang sangat penting  dan menjadi awal yang menentukan yakni pemungutan dan penghitungan suara yang dilaksanakan oleh KPPS di TPS.     Tanggung Jawab dan Beban Kerja Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) merupakan ujung tombak pelaksanaan pemungutan dan penghitungan suara termasuk melayani hak pilih masyarakatdan peserta pilkada.Hasil kerja KPPS pada hari pemungutan suara  dalam  wujud melayani pemilih menggunakan hak pilihnya, serta penghitungan  perolehan suara dan pelaksanaan pertanggungjawaban kegiatan di TPS dalam bentuk admnistrasi pemilihan  perlu dikelolah secara baik dan transparan  karena  sangat menentukan kualitas pemilihan.   Pemilihan itu sendiri baik proses maupun hasilnya berpeluang digugat  peserta Pemilihan  atau tidak,  sangat  tergantung pada proses yang dijalankan, dan pemilihan itu digugat baik itu proses maupun hasilnya maka posisi  panitia ad hoc adalah bagian dari penyelenggara.   Pengalaman panitia ad hoc menjadi  saksi  pihak penggugat dalam sengketa yang diajukan peserta pemilu 2019  berujung pada teguran Mahkamah Konstitusi   kepada KPU agar memperhatikan proses rekruitmen panitia ad hoc.Teguran ini menjadi tentu menjadi sebuah perhatian  tersendiri dari hirarki penyelenggara,  sehingga diharapkan panitia ad hoc sekalipun bersifat sementara tetap harus berdiri tegak lurus sebagai penyelenggara bersama KPU, tidak menjadi sebaliknya sebagai lawan penyelenggara.   Salah satu asas pemilihan yakni jujur merupakan asas yang melekat dalam diri penyelenggara yang dituntut untuk diwujudkan dalam pelaksanaan kegiatan. Menjadi penyelenggara  termasuk panitia ad hoc berarti bersedia untuk dibatasi atau mampu mengorbankan sebagian kebebasan untuk  tidak melakukan sesuatu yang menguntungkan salah satu peserta pemilihan atau  berpihak. Penyelenggara ibarat tiang yang berdiri di tengah untuk memberi keseimbangan antara dua kekuatan atau lebih yang sedang  bertanding.   KPPS selaku panitia ad hoc yang direkrut  paling terakhir menjelang pemilihan,  tidak dapat dipungkiri bahwa mereka  juga telah terpapar informasi terkait dukung mendukung terhadap bakal pasangan calon sehingga  ketika telah berada dalam lingkup penyelenggara harus mampu menunjukan indepedensinya dengan memperlakukan pemilih dan peserta pemilihan secara adil. Pantangan besar bagi panitia ad hoc adalah ketika mereka berdiri sebagai penyelenggara tetapi disisi lain mereka membawa misi untuk memenangkan pasangan calon tertentu.   Kode Etik Berdasarkan  Peraturan bersama Komisi Pemilihan Umum, Badan Pengawas Pemilihan Umum, dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilihan Umum Nomor 13 tahun 2012, Nomor 11 tahun 2012 Nomor 1 tahun 2012 tentang kode etik penyelenggara pemilihan umum maka Kode Etik bersifat mengikat serta wajib dipatuhi oleh anggota KPU, anggota KPU Provinsi atau KIP Aceh, anggota KPU Kabupaten/Kota atau KIP Kabupaten/Kota, PPK, PPS, KPPS, PPLN, dan KPPSLN serta Bawaslu, Bawaslu Provinsi, Panwaslu Kabupaten/Kota, Panwaslu Kecamatan, Pengawas Pemilu Lapangan, dan Pengawas Pemilu Luar Negeri. Kode Etik bertujuan untuk menjaga kemandirian, integritas, dan kredibilitas penyelenggara Pemilu.   Sebagai penyelenggara pemilihan maka panitai ad hoc  merupakan bagian atau obyek penegakan kode etik oleh Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu.  Sering hal ini kurang menjadi perhatian panitia ad hoc sendiri karena cendrung merasa bahwa tugas mereka adalah sementara. Banyaknya kasus yang disidangkan oleh DKPP pasca tahapan atau pada saat masa kerja panitia ad hoc selesai dengan putusan  berupa teguran  atau peringatan namun dalam posisi tidak lagi sebagai panitia ad hoc karena telah berakhirnya masa tugas.   Terhadap hal ini putusan DKPP dapat dijadikan referensi dalam proses rekruitmen panitia ad hoc untuk pemilu maupun pemilihan berikutnya sehingga benar-benar kredibitas  sebagai penyelenggara menjadi modal utama dalam menyelenggarakan pesta demokrasi.   Belajar dari Pengalaman 2019 Tentu masih segar dalam ingatan kita, bahwa Pemilu 2019 mengisahkan cerita bahwa dibalik kesuksesannya mencapai tingkat partisipasi 82 %, tercatat pula ada  554 orang panitia ad hoc, pengawas dan anggota Polri  yang meninggal sebelum dan  pasca pemilu atau pada tahapan rekapitulasi penghitungan suara dan yang  sakit tercatat 3.788orang.Terhadap musibah yang menimbah panitia ad hoc pada tahun 2019, Pemerintah akhirnya memberikan santunan bagi mereka yang meninggal dan cacat  bahkan yang sakit  sebagai bentuk perhatian pemerintah terhadap panitia ad hoc yang turut menyukseskan pemilihan umum 2019.   Untuk pemilihan  2020, penyelenggara  tidak ingin mengulangi hal yang sama. Belajar dari pengalaman Pemilu 2019, maka  sejumlah kebijakan ditempuh sebagai antisipatif selama jalannya tahapan Pemilihan.   Beberapa langkah yang ditempuh diantarannya yakni KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota penyelenggara Pemilihan memfasilitasi untuk  membangun kerjasama dengan lembaga penyedia jaminan diantaranya BPJS Ketenagakerjaan  untuk  memberi jaminan dan memberi perlindungan bagi panitia ad hock selama tahapan Pilkada 2020.   BPJS Ketenagakerjaan  merupakan Program perlindungan yang bersifat dasar bagi tenaga kerja yang bertujuan untuk menjamin adanya keamanan dan kepastian terhadap risiko-risiko sosial ekonomi, dan sarana penjamin arus penerimaan penghasilan bagi tenaga kerja dan keluarganya akibat dari terjadinya risiko-risiko sosial dengan pembiayaan yang terjangkau oleh pengusaha dan tenaga kerja.   Kerjasama dengan pihak BPJS Ketenagakerjaan  dengan pilihan program  jaminan kecelakaan kerja   setidaknya memberikan  rasa aman dan nyaman bagi panitia ad hoc dan juga KPU  karena ada jaminan yang di tanggungkan pihak penjamin ketika menghadapi musibah yang tidak diduga selama panitia ad hoc melaksanakan tugas sesuai dengan waktu kerjasama yang disepakati.             Harapan Panitia ad hoc sebagai badan penyelenggara pemilihan menjadi ujung tombak penyelenggaraan di tingkat bawah yang sangat menentukan kesuksesan dan kualitas penyelenggaraan Pilkada itu sendiri. Sebagai ujung tombak di lini  bawa, panitia ad hoc juga rentan  mendapat masalah seperti keberpihakan yang menodai citra penyelenggara.  Untuk itu Tugas dan tanggung jawab yang sangat menuntut integritas dan netralitas sebagai penyelenggara tetap harus  berdiri tegak dengan bersandar pada regulasi dan ketentuan yang telah ditetapkan.   Sebagai penyelenggara, panitia ad hoc harus dapat menjamin dan memastikan bahwa pelaksanaan pesta demokrasi dalam wilayah tanggung jawabnya harus berjalan sukses dan dapat dipertanggungjawabkan.   Untuk itu jaminan yang paling penting bagi kualitas pilkada harus datang dari penyelenggara termasuk panitia ad hock dengan bekerja  berdasarkan prinsip-prinsip penyelenggaraan yakni mandiri, jujur, langsung, adil, berkepastian hukum, kepentingan umum,tertib, terbuka,proporsionalitas, profesionalitas, efektif, efisien dan aksesibitas dengan tetap mengedepankan netralitas dan integritas sebagai kunci utama dalam diri penyelenggara.    Kompetisi antar peserta dalam pesta demokrasi memang sangat kuat, sehingga terkadang ada  tarikan-tarikan kepentingan peserta terhadap penyelenggara melalui sesuatu yang menarik . Disinilah penyelenggara diuji untuk  tetap lurus pada prinsip atau melupakan prinsip penyelenggaraan.  Harapannya jadilah pantia ad hoc yang teruji dan tetap lurus sebagai penyelenggara atau wasit yang netral sehingga hasil yang baik tidak hanya ditentukan oleh prosesnya tetapi juga oleh tangan-tangan  sang penyelenggaranya.