Berita Terkini

KPU Mengajar Seri Kelima, Elyaser Kupas Teknis Pemungutan Suara

Kupang, ntt.kpu.go.id – Program KPU Mengajar kembali berlanjut dan memasuki seri kelima pada Jumat (10/10). Kegiatan yang digelar di Aula KPU Provinsi NTT ini menghadirkan Anggota KPU Provinsi NTT, Elyaser Lomi Rihi, sebagai narasumber. Sesi ini diikuti oleh siswa/i serta mahasiswa/i dari berbagai sekolah dan universitas yang sedang menjalani program magang di lingkungan KPU NTT. Berbeda dari seri sebelumnya, seri kelima ini secara khusus membahas pemahaman teknis penyelenggaraan pemungutan suara di TPS bagi peserta yang nantinya berpotensi menjadi Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS). Elyaser membuka materi dengan menjelaskan denah TPS dan pentingnya penataan ruang yang sesuai standar, mulai dari penempatan bilik suara, meja KPPS, area tunggu pemilih, hingga jalur keluar masuk agar proses pemungutan suara berjalan tertib dan transparan. Materi dilanjutkan dengan simulasi pengisian Formulir C Hasil, yakni dokumen resmi yang digunakan untuk mencatat hasil penghitungan suara di TPS. Para peserta magang diberikan contoh fisik lembar C Hasil yang biasanya digunakan pada hari pemungutan suara Pilkada. Formulir ini memuat data pemilih dan pengguna hak pilih, data penggunaan surat suara, jumlah pemilih disabilitas, serta kolom tanda tangan KPPS dan saksi pasangan calon. Elyaser menjelaskan satu per satu cara pengisian setiap bagian pada formulir tersebut, termasuk pencatatan jumlah DPT, pemilih pindahan, pemilih tambahan, serta perolehan suara sah dan tidak sah. Ia menekankan bahwa pengisian C Hasil harus dilakukan dengan teliti, terbaca jelas, dan akurat, karena formulir ini merupakan dasar resmi dalam proses rekapitulasi suara di tingkat PPS dan seterusnya. Selain pengisian formulir, Elyaser juga memaparkan peran penting KPPS dalam memastikan proses pemungutan dan penghitungan suara berjalan sesuai prosedur, termasuk saat pembukaan TPS, pencatatan data, dan pelaporan hasil akhir. Ia turut membagikan pengalaman lapangan tentang berbagai situasi teknis yang kerap dihadapi KPPS. Sesi ini berlangsung interaktif. Peserta aktif bertanya mengenai kesalahan umum dalam pengisian C Hasil, cara membedakan suara sah dan tidak sah, serta bagaimana koordinasi dengan saksi dan pengawas TPS. Elyaser menegaskan bahwa kesiapan teknis KPPS merupakan pondasi utama penyelenggaraan pemungutan suara yang jujur, adil, dan transparan. Melalui seri kelima ini, peserta magang tidak hanya mendapatkan pemahaman konseptual, tetapi juga pengalaman langsung dengan contoh formulir resmi yang akan digunakan dalam pemungutan suara. KPU NTT berharap Program KPU Mengajar dapat memperkuat literasi kepemiluan generasi muda dan mendorong mereka menjadi bagian dari penyelenggaraan pemilu yang berintegritas.

KPU NTT Gelar Rapat Sinkronisasi Program Pendidikan Pemilih KPU Mengajar

Kupang, ntt.kpu.go.id — Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi Nusa Tenggara Timur menyelenggarakan Rapat Sinkronisasi Pendidikan Pemilih “KPU Mengajar” bagi KPU Kabupaten/Kota se-NTT pada Rabu (8/10) di Media Center KPU Provinsi NTT. Kegiatan ini dihadiri oleh Anggota KPU Provinsi NTT Lodowyk Fredrik, Elyaser Lomi Rihi, dan Baharudin Hamzah, serta diikuti oleh Kabag Perencanaan, Data dan Informasi Melanie S.W. Hege, Kasubag Partisipasi Masyarakat dan SDM Bathseba S. Dapatalu. Turut hadir pula KPU Kabupaten/Kota se-NTT yang mengikuti kegiatan ini secara daring. Rapat ini bertujuan untuk menyamakan pemahaman dan arah pelaksanaan program pendidikan pemilih di seluruh daerah, khususnya melalui penguatan KPU Mengajar sebagai program strategis yang berfokus pada peningkatan literasi demokrasi dan partisipasi masyarakat. Dalam pembukaannya, Anggota KPU NTT Lodowyk Fredrik menekankan pentingnya peran KPU Kabupaten/Kota dalam memastikan pendidikan pemilih berjalan secara konsisten dan bermutu. “KPU Kabupaten/Kota harus menjadi lembaga yang berkualitas, dan salah satu jalannya adalah dengan terus memperkuat program pendidikan pemilih. Kegiatan seperti KPU Mengajar menjadi sarana yang efektif untuk membangun kedekatan dengan masyarakat sekaligus meningkatkan kesadaran demokrasi,” ujar Lodowyk. Sementara itu, Anggota KPU NTT Elyaser Lomi Rihi menyoroti pentingnya inovasi dan keberlanjutan dalam menjalankan pendidikan pemilih. Menurutnya, KPU Mengajar bukan hanya kegiatan seremonial, melainkan ruang pembelajaran dua arah antara penyelenggara dan masyarakat. “Pendidikan pemilih harus dibuat menarik dan relevan. Jangan hanya memberi informasi, tapi juga membuka ruang dialog agar masyarakat merasa menjadi bagian dari proses demokrasi. Itulah semangat yang perlu dihidupkan di setiap KPU Kabupaten/Kota,” ungkap Elyaser. Sebagai pemateri utama, Anggota KPU NTT Baharudin Hamzah yang membidangi Divisi Sosialisasi, Pendidikan Pemilih, Partisipasi Masyarakat, dan SDM, menyampaikan materi mengenai pendekatan baru dalam pendidikan pemilih melalui program KPU Mengajar. Ia menilai bahwa model lama berupa seminar konvensional sudah tidak lagi efektif di era digital dan harus digantikan dengan format yang lebih dinamis. “Kegiatan pendidikan pemilih yang selama ini hanya berupa seminar sudah terlalu usang. KPU Mengajar tidak boleh kaku, bentuknya bisa disesuaikan dengan kondisi, karakter, dan kebutuhan audiencenya. Bisa melalui kuliah umum, diskusi kreatif, konten digital, hingga kelas kepemiluan di sekolah dan kampus,” jelas Baharudin. Ia menambahkan bahwa pendekatan edukasi yang kontekstual dan partisipatif akan memperkuat citra KPU sebagai lembaga pembelajar yang dekat dengan masyarakat. Melalui kegiatan ini, KPU dapat menanamkan nilai-nilai demokrasi dengan cara yang lebih ringan, komunikatif, dan menyenangkan tanpa kehilangan substansi. Rapat sinkronisasi ini juga menjadi momentum bagi KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota untuk memperkuat kolaborasi lintas sektor, baik dengan pemerintah daerah, kampus, sekolah, maupun komunitas muda dalam memperluas jangkauan literasi kepemiluan di Nusa Tenggara Timur. Dengan semangat yang sama, KPU NTT berharap seluruh jajaran KPU di tingkat kabupaten/kota dapat terus mengembangkan KPU Mengajar sesuai konteks daerah masing-masing agar pendidikan pemilih menjadi gerakan kolektif yang berkelanjutan dan berdampak nyata bagi kualitas demokrasi di Indonesia.

KPU NTT Gelar Penyelarasan Naskah Final Buku Pilkada

Kupang, ntt.kpu.go.id — Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi Nusa Tenggara Timur menggelar rapat penyelarasan naskah final Buku Pilkada pada Selasa (7/10) bertempat di Ruang Media Center KPU Provinsi NTT. Kegiatan ini menjadi tahap akhir sebelum buku tersebut diterbitkan, sekaligus menegaskan komitmen KPU NTT untuk menghadirkan dokumentasi kepemiluan yang sistematis, akurat, dan bernilai akademis. Rapat ini dihadiri oleh Ketua KPU Provinsi NTT Jemris Fointuna, bersama Anggota KPU Provinsi NTT Baharudin Hamzah dan Lodowyk Fredrik. Ketiganya bersama tim penyusun membahas secara mendalam sistematika penulisan, akurasi data antar bab, konsistensi narasi, serta kesesuaian substansi dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Dalam arahannya, Ketua KPU Provinsi NTT Jemris Fointuna menegaskan bahwa penyusunan Buku Pilkada merupakan bentuk tanggung jawab kelembagaan dalam menjaga memori institusi. Ia menekankan bahwa hasil akhir buku harus mencerminkan profesionalitas dan semangat kolektif seluruh jajaran KPU. “Buku ini bukan sekadar dokumentasi, tetapi warisan pengetahuan bagi kelembagaan kita. Pastikan semua bagian terintegrasi dengan baik, bahasanya kuat, dan isinya berkualitas agar benar-benar menjadi rujukan bagi generasi berikutnya,” ujar Jemris. Anggota KPU NTT Baharudin Hamzah, yang membidangi Divisi Sosdiklih, Parmas, dan SDM, menyoroti pentingnya memperhatikan struktur penulisan dan relevansi antarbagian, agar buku ini tidak hanya informatif tetapi juga mudah dipahami oleh pembaca dari kalangan akademisi, penyelenggara, dan masyarakat umum. “Setiap bab harus tersusun secara sistematis, dengan data dan narasi yang saling menguatkan. Buku ini harus menggambarkan kekayaan pengalaman Pilkada di setiap wilayah NTT secara utuh dan kontekstual,” jelas Baharudin. Sementara itu, Anggota KPU NTT Lodowyk Fredrik menekankan pentingnya akurasi data dan keseragaman gaya penulisan antar bab. Ia menyebutkan bahwa tahap penyelarasan ini menjadi bagian krusial untuk memastikan seluruh informasi yang disajikan valid, terverifikasi, dan siap dipublikasikan. “Kita harus memastikan tidak ada data yang tumpang tindih atau tidak sinkron antar bab. Penulisan juga perlu diseragamkan, baik dari segi bahasa, istilah, maupun penyajian data, agar buku ini tampil profesional dan mudah dibaca,” tutur Lodowyk. Melalui tahap penyelarasan akhir ini, KPU Provinsi NTT berharap Buku Pilkada dapat segera diterbitkan sesuai jadwal dan menjadi rujukan resmi yang tidak hanya mencatat perjalanan kelembagaan, tetapi juga memberikan kontribusi akademis dan praktis bagi penguatan literasi kepemiluan di Nusa Tenggara Timur dan Indonesia pada umumnya.

Isi Workshop Pendidikan Politik di PAN, Lodowyk Soroti Dampak Putusan MK Nomor 135 Tahun 2025

Kupang, ntt.kpu.go.id — Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi Nusa Tenggara Timur, Lodowyk Fredrik, menjadi narasumber dalam Workshop Pendidikan Politik dan Penguatan Kader Partai Amanat Nasional (PAN) yang diselenggarakan di Aula Rumah PAN NTT, Jalan Sam Ratulangi V, Kupang, pada Senin (6/10). Kegiatan ini dibuka oleh pimpinan DPW PAN NTT dan dihadiri oleh para pengurus serta kader dari berbagai daerah. Workshop tersebut bertujuan untuk memperkuat pemahaman politik kader partai sekaligus memperkaya wawasan tentang arah demokrasi Indonesia pasca sejumlah perkembangan hukum dan kebijakan politik nasional. Dalam pemaparannya, Lodowyk membawakan materi soal perjalanan panjang sejarah Pemilu dari mulai masa orde lama sampai dengan reformasi dan pasca Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 135 Tahun 2025. Lodowyk menjelaskan bahwa putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 135 Tahun 2025 merupakan momen penting dalam sejarah tata kelola demokrasi Indonesia. Putusan ini menegaskan kembali prinsip efektivitas dan rasionalitas penyelenggaraan Pemilu dengan menata ulang mekanisme pemisahan antara Pemilu Nasional dan Pemilu Daerah. “Putusan MK ini menjadi refleksi atas dinamika demokrasi elektoral kita selama dua dekade terakhir. Pemisahan Pemilu memberi ruang untuk konsolidasi sistem politik dan memperkuat fokus pemilih dalam menentukan pilihan secara lebih rasional,” jelas Lodowyk. Ia menambahkan, selama Pemilu serentak diberlakukan, beban logistik, teknis, dan psikologis pemilih meningkat secara signifikan. Kompleksitas tersebut sering kali berdampak pada penurunan kualitas partisipasi dan akurasi pilihan pemilih. “Dengan adanya pemisahan Pemilu, diharapkan kualitas demokrasi meningkat, sebab perhatian publik dapat lebih fokus pada isu-isu substantif, bukan sekadar beban administratif,” ujarnya. Namun, Lodowyk juga mengingatkan bahwa pemisahan Pemilu tidak otomatis menjamin peningkatan kualitas demokrasi. Dibutuhkan penguatan kelembagaan, pendidikan politik yang berkelanjutan, serta kesiapan infrastruktur penyelenggaraan agar perubahan ini benar-benar berdampak positif. “Demokrasi yang sehat bukan hanya ditentukan oleh desain sistem Pemilu, tetapi juga oleh kesadaran dan partisipasi warga negara. Pendidikan politik menjadi kunci agar masyarakat mampu berpikir kritis dan ikut mengawal setiap proses politik secara rasional,” tegasnya. Ia juga menyoroti bahwa pasca-putusan MK tersebut, KPU perlu melakukan penyesuaian teknis dan perencanaan tahapan Pemilu secara komprehensif, termasuk dari sisi anggaran, logistik, dan manajemen waktu, agar implementasi sistem baru tetap efisien dan akuntabel. Kegiatan ini berlangsung interaktif, dengan sejumlah pertanyaan dari peserta seputar implikasi putusan MK terhadap jadwal Pilpres dan Pileg, serta dampaknya terhadap peran partai politik di tingkat daerah. Lodowyk menutup paparannya dengan ajakan untuk menjadikan setiap momentum perubahan hukum sebagai bagian dari proses pendewasaan demokrasi bangsa.

Isi Kuliah Umum, Baharudin Soroti Makna Pemilu dan Tantangan Literasi Demokrasi

Kupang, ntt.kpu.go.id — Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi Nusa Tenggara Timur, Baharudin Hamzah, M.Si, menjadi narasumber dalam Kuliah Umum Program Magister Studi Pembangunan di Aula Pascasarjana Universitas Nusa Cendana (Undana), Senin (6/10). Kegiatan ini dibuka secara resmi oleh Direktur Pascasarjana Undana, Prof. Dr. Felix Tan, M.Ed. Moderator acara adalah Dr. Syukur M. Adang Djaha, M.AP, Ketua Gugus Kendali Mutu Program Magister Studi Pembangunan. Turut hadir Dr. I Putu Yoga Bumi Pradana, M.Si, selaku Koordinator Program Studi Pascasarjana Studi Pembangunan, serta civitas akademika Pascasarjana Undana. Dalam kuliah umum bertajuk “Demokrasi, Politik, dan Tantangan Literasi Digital”, Baharudin menyampaikan pandangan mendalam tentang makna Pemilu dalam konteks demokrasi. Menurutnya, Pemilu bukan sekadar peristiwa politik rutin bagi warga negara untuk menunaikan kewajiban administratif, melainkan momen penting di mana rakyat menyerahkan kekuasaannya kepada orang yang diyakini mampu memperjuangkan keadilan dan kesejahteraan. “Pemilu itu proses penyerahan kekuasaan rakyat di TPS. Di sana, pemilih menyerahkan mandat politiknya kepada individu yang dianggap bisa membawa keadilan dan kesejahteraan bagi masyarakat. Jadi, Pemilu tidak boleh dimaknai sebatas rutinitas formal, tetapi momentum penting bagi rakyat dalam menentukan arah negara,” tegas Baharudin. Ia juga menyoroti rendahnya kualitas pendidikan politik di masyarakat yang berdampak pada lemahnya kesadaran pemilih terhadap konsekuensi pilihan politiknya. “Minimnya pendidikan politik menyebabkan pemilih tidak mampu menilai efek dari pilihannya. Akibatnya, kontrol publik pasca-Pemilu sangat rendah,” ujarnya. Baharudin menegaskan pentingnya literasi dan pendidikan politik yang berkelanjutan untuk memperkuat fondasi demokrasi. “Negara yang rusak bukan hanya karena pemimpin yang jahat, tapi juga karena rakyat yang salah pilih. Dan kesalahan pilih itu seringkali lahir dari rendahnya pendidikan politik,” katanya. Ia menambahkan, tanpa pendidikan politik yang mencerdaskan, demokrasi bisa berubah menjadi “pasar gelap” tempat janji-janji politik diobral tanpa makna dan rakyat dibiarkan dalam ruang kosong tanpa kesadaran kritis. Lebih lanjut, Baharudin juga menyinggung tantangan demokrasi di era disrupsi digital. Menurutnya, teknologi digital telah menyentuh hampir seluruh aspek kehidupan, termasuk dalam penyelenggaraan Pemilu. KPU sebagai lembaga penyelenggara terus melakukan transformasi digital di berbagai tahapan, mulai dari perencanaan, logistik, hingga rekapitulasi suara. Namun demikian, ia mengingatkan bahwa transformasi digital juga memerlukan literasi yang kuat di masyarakat agar tidak menimbulkan dampak negatif. “Digitalisasi membawa banyak kemudahan, tapi juga risiko. Tanpa literasi digital yang baik, ruang demokrasi bisa dimanfaatkan untuk penyebaran hoaks, disinformasi, bahkan manipulasi opini publik,” jelasnya. Selain Baharudin Hamzah, kuliah umum ini juga menghadirkan narasumber dari Universitas Gadjah Mada, Bevaola Kusumasari, PhD, dosen pada bidang Manajemen dan Kebijakan Publik, yang membawakan sesi Praktikum Penggunaan AI dengan Laptop Peserta. Kegiatan berlangsung dengan antusiasme tinggi dari peserta yang terdiri atas mahasiswa magister, dosen, dan tamu undangan. Diskusi berjalan dinamis dengan berbagai pertanyaan reflektif seputar demokrasi, partisipasi publik, dan peran literasi digital dalam memperkuat kualitas pemilu di Indonesia.

Apel Senin, Jemris Fointuna Ingatkan Pentingnya Kolaborasi dan Kepemimpinan Internal

Kupang, ntt.kpu.go.id — Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi Nusa Tenggara Timur melaksanakan apel pagi rutin pada Senin (6/10) di halaman kantor KPU Provinsi NTT. Apel dipimpin langsung oleh Ketua KPU Provinsi NTT, Jemris Fointuna, dan diikuti oleh jajaran anggota KPU Provinsi NTT yakni Baharudin Hamzah, Lodowyk Fredrik, Elyaser Lomi Rihi, Petrus Kanisius Nahak, serta seluruh pegawai sekretariat. Dalam arahannya, Jemris menyampaikan pesan penting kepada seluruh jajaran untuk menjaga ritme kerja dan koordinasi kelembagaan. Ia menekankan agar setiap Kepala Bagian mampu memimpin divisinya secara efektif, memastikan seluruh agenda dan tanggung jawab berjalan sebagaimana mestinya. “Dalam situasi seperti ini, kita semua perlu memperkuat kerja sama dan saling mendukung antarbagian. Kepala Bagian harus bisa menjadi penggerak di unitnya masing-masing, memastikan pekerjaan tetap berjalan dengan baik dan tepat waktu,” ujar Jemris. Selain menyoroti aspek kepemimpinan internal, Jemris juga menekankan pentingnya fokus pada penyelarasan naskah buku Pilkada, yang menjadi agenda utama KPU NTT dalam pekan ini. Ia meminta agar seluruh tim penulis dapat bekerja secara kolaboratif untuk memastikan keseragaman isi, data, dan narasi antarbagian buku. “Buku ini bukan hanya dokumen biasa, tetapi cerminan kerja kita bersama selama tahapan Pilkada. Karena itu, penyelarasan naskah harus dilakukan dengan teliti dan penuh tanggung jawab,” tambahnya. Dalam kesempatan tersebut, Jemris juga mengajak seluruh jajaran untuk menjaga semangat kolektif dan komunikasi lintas bagian. Menurutnya, koordinasi yang baik antarunit menjadi kunci dalam memastikan seluruh agenda kelembagaan berjalan lancar dan terarah. Ia menegaskan bahwa kepemimpinan bukan hanya tanggung jawab struktural, tetapi juga soal keteladanan dan kemampuan membangun kepercayaan di dalam tim. Jemris juga mengingatkan bahwa apel pagi bukan sekadar rutinitas, melainkan momen untuk memperkuat semangat kerja, membangun komunikasi yang solid, dan menyamakan langkah antarpegawai di awal pekan. Ia berharap agar nilai-nilai kedisiplinan dan tanggung jawab terus dijaga dalam setiap aktivitas, baik di tingkat pimpinan maupun staf pelaksana. Apel pagi berjalan lancar dan penuh semangat. Para peserta menunjukkan tekad untuk menjaga disiplin, memperkuat kolaborasi, dan memastikan setiap agenda kelembagaan berjalan sesuai rencana.